Rabu, 15 Oktober 2014

Pentingnya Menanamkan Nilai – Nilai Agama Kepada Anak Sejak Dini



A.   Pengertian Nilai-Nilai

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan (2007: 783). Nilai merupakan suatu yang ada hubungannya dengan subjek, sesuatu yang dianggap bernilai jika pribadi itu merasa bahwa sesuatu itu bernilai. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai tingkah laku (Iman dan Kholifah, 2009: 4).Sedangkan agama adalah peraturan Tuhan yang membimbing orang yang berakal, dengan jalan memilihnya untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat di dalamnya mencakup unsur-unsur keimanan dan amal perbuatan. Agama juga diartikan sebagai segenap kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Tim Penyusun, 2007: 10). Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilai agama adalah suatu kandungan atau isi dari ajaran untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal (perbuatan, cara) menanamkan (2007: 1198). Penanaman nilai-nilai agama Islam adalah segala usaha memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Ahmadi, 1992: 20).

B.   Bentuk-Bentuk Nilai Agama

1.      Menanamkan Tauhid Dan Akidah
Inilah yang pertama harus di lakukan oleh orang tua terhadap anaknya,; yaitu menanamkan keyakinan bahwa alloh itu maha esa dan memiliki sifat – sifat yang mulai (asmaul husna). Hal ini pernah di contohkan oleh luqmanul hakim dan di abadikan dalam al- qur’an:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(13)

“Dan (ingatlah) ketika luqmanul hakim berkata kepada anaknya, “anaku, janganlah kamu mempersekutukan alloh, sesungguhnya mempersekutukan (alloh) itu adalah benar – benar kezaliman yang besar’’ (Qs. Luqman:13).
 Berikut  ini langkah-langkang peraktis atau contoh-contoh menanamkan tauhid dan aqidah terhadap anak:
a.       Menanamkan tauhid ini bisa dimulai anak sejak dalam kandungan, yaitu dengan membiasakan anak (bayi) mendengarkan alunan yat-ayat suci al-quran, ceramah-ceramah agama, kalimah-kalimah thoyyibah dan ucapan–ucapan yang sopan, santun serta lemah lembut.
b.      Setelah anak bisa bicara atau bercakap, ajarkanlah ia untuk dapat mengucapkan kata-kata alloh, bismillah, alhamdulillah, astagfirulloh, dan sebagainya.
c.       Tegurlah dan berilah peringatan dengan segera apabila anak mengucapkan kata-kata yang tidak baik.
d.       Jelaskan bahwa diri kita, tumbuhan, hewan dan semua yang ada di alam ini adalah ciptaan serta kepunyaan alloh yang maha kuasa.
e.       Sampaikanlah kisah- kisah para nabi, rosul dan orang-orang yang shalih; baik secara lisan, atau bisa juga berupa buku-buku kisah yang bergambar ( banyak tersedia di toko- toko buku), atau berupa vcd, jelaskanlah hikmah atau pelajaran yang bisa di ambil dari tiap kisah tersebut.
f.       Hindarkanlah anak dari cerita- cerita dan tontonan (film/sinetron) takhayul, khurafat dan bid’ah, misalnya cerita-cerita mengenai hantu, mistik, kesaktian, zodiak/ramalan bintang, dan sebagainya.
g.      Bawalah anak ke tempat- tempat yang bisa memperkuat aqidah dan tauhid; misalnya ke mesjid, madrasah, atau tempat-tempat rekreasi yang kondusif seperti taman, pegunungan, pantai, peneropongan binatang, museum, dan sejenisnya. Berilah penjelasan kepada anak misalnya betapa kuasanya alloh menciptapkan tumbuhan-tumbuhan, binatang; gunung, lautan, bintang, matahari, bulan, dan sebagainya.           
2.      Mengajarkan Al-Quran dan Hadist
“Berilah anak-anakmu pendidikan ats tiga macam: mengasihi nabi, mengasihi keluarganya (ahlul bait) dan membaca al-quran. Mak sesungguhnya orang yang hafal al-qur’an berada pada naungan alloh, yaitu di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan alloh beserrta para nabi dan kekasih-kekasih-nya’’(hadis riwayat dailami dari ‘ali r)”
Hadis di atas memerintahkan kepada orang tua -di antaranya- agar mengajarkan kepada anaknya-anaknya membaca al-qur’an. Al-quran adalah pedoman hidup, bagai mana kita bisa melakukan isi al-qur’an apa bila membacanya  saja tidak pernah? Oleh karena itu baca dan ajarkanlah al-qur’an dimulai dari diri sendiri serta kelluarga masing-masing.
Berbahagialah mereka yang di rumahnya selalu di bacakan al-qur’an. Sabda rosulullah, “terangilah rumah- rumahmu dengan membaca al-qur’an”. Lingkup mengajarkan al-qur’an kepada anak-anak dan keluarga adalah:
a.       Mengenalkan huruf-huruf dan tata cara membaca al-qur’an dengan baik serta benar.
b.      Mengajarkan tata cara menulis huruf dan bacaan al-qur’an.
c.       Menyuruh anak membaca dan menghafalkan ayat-ayat al-qur’an.
d.      Mengecek mengenai benar tidaknya anak-anak dalam membaca serta menulis ayat al-qur’an.
e.       Membiasakan seluruh anggota keluarga untuk membaca al-qur’an secara berjamaah atau bergantian dalam waktu rutin. Setelah selesai kemudian diberi penjelasan mengenai makna atau tafsir dari ayat-ayat yang baru selesai dibacakan.
f.       Mengajarkan al-qur’an juga kepada sanak kerabat atau tetangga terdekat serta masyarakat sekitar.
g.      Melatih dan membiasakan untuk mengamalkan isi al-qur’an secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan anak masing-masing.
Adapun cara ataupun atau teknis mengajarkan al-qur’an dan hadist kepada anak serta keluarga dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya yaitu:
a.       Mengajarkannya sendiri. Inilah yang terbaik karena dengan begitu orang tua dapat langsung mengetahui kemampuan dan kemajuan anak dalam belajar al-qur’an dan hadist. Selain itu, orang tua bisa lebih akrab dengan anak. Juga tentusaja pahalanya bisa lebih besar dibandingkan dengan cara lain., hanya tentu saja orang tua harus menyediakan waktu khusus dan harus lebih dahulu bisa dan mahir dalam membaca, menulis serta menafsirkan al-qur’an dan hadist secara benar.
b.      Memasukan anak kesekolah agama atau madrasah misalnya TKA, TPA, Madrasah Diniyyah, atau bisa juga dengan mengadakan les privat  al-qur’an dan hadist bagi anak-anak dan keluarga dirumah dengan mendatangkan guru mengaji/ustadz/ustadzah secara rutin.
c.       Dengan melalui alat yang lebih canggih, misalnya video cassete, CD, VCD, CD room, dan lain sebagainya, tapi tentu saja harus dibimbing oleh orang tua, ustadz atau ustadzah.
Jadikanlah al-qur’an dan hadits sebagai bacaan pertama serta utama bagi kita, karena kelak akan menjadi pedoman, penerang dan bekal didunia serta akhirat. Selain itu dengan membaca dan mengajarkan al-qur’an maka kita menjadi manusia pilihan (terbaik) seperti disabdakan rasulullah yang artinya “orang yang terbaik diantara kalian ialah orang yang mempelajari al-qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).
3.      Melatih Mengerjakan Shalat dan Ibadah – Ibadah Lain
Ada beberapa adat Al-Qur’an dan hadis yang memerintahkan para orang tua agar menyuruh atau mengajarkan anak-anaknya melaksanakan shalat, di antarnya:
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ(17)
(Nasihat Luqman kepada anaknya) “ Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.”
 “Apabila anak telah mengenal tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka surulah dia mengejarkan shalat”(HR. Abu Daud).
“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tak mau mengerjakan shalat ketika mereka telah berumur sepuluh tahun..”(HR. Abu Daud).
Ayat Al-Qur’an dan dua hadis di atas dengan jelas memerintahkan para orangtua untuk mengajarkan shalat kepada anak-anaknya. Di dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 17 dijelaskan bahwa Luqman Al Hakim (orang shalih yang nama dan ajarannya di abadikan didalam Al-Qur’an) menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat.
Kemudian di hadis pertama dijelaskan bahwa anak harus sudah disuruh atau diajarkan shalat ketika mereka sudah mengenal atau bisa membedakan tangan kana dan tangan kiri, ini berarti anak ketika berumur sekitar dua atau tiga tahun. Pada umur ini anak dikenalkan tata cara shalat atau diajak bersama-sama mengerjakan shalat. Mungkin anak belum serius dalam mengerjakannnya, tapi itu tak mengapa; yang terpenting anak harus sudah dikenalkan shalat sejak usia dini.
Hadis kedua dikerjakan lebih rinci mengenai teknis mengajarkan shalat ini, yakni suruhlah anak mengerjakan shalat secara lebih serius (sungguh-sungguh dan rutin) ketika mereka berumur tujuh tahun, dan ketika meresa sudah berumur sepuuh tahun apabila meninggalkan shalat; maka orangtua boleh memukulnya. Dimaksud memukul disini adalah untuk menyadarkan mereka, bukan untuk menyakiti. Karena itu jangan sampai pukulan memuat cidera melainkan untuk menyadarkan mereka,; lebih baik lagi apabila tanpa pukulan. Jika dengan suruhan sudah bisa menyadarkan, janganlah disertai pukulan. Pukulan adalah pilihan terakhir apabila dengan ucapan dan teguran sudah tidak bisa. Teknis mengerjakan shalat kepada anak bisa dilakukan dengan cara:
a.       Mengajak anak shalat bersama-sama ketika mereka masih kecil (sekitar umur dua samapai empat tahun).
b.      Mengajarkan bacaan dan tata cara shalat yang benar, ketika mereka berumur lima sampai tujuh tahun.
c.       Mengecek dan mementau bacaan serta tatacara shalat yang dilakukan oleh anak, misalanya ketika mereka shalat sendiri ataupun sahalat berjamaah.
d.      Mengingatkan anak untuk senantiasa mendirikan shalat kapanpun, di mana pun dan bagaimanapun keadaaanya.
e.       Membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat berjamaah; baik di rumah maupun di masjid, karena shalat berjamaah memiliki banyak berkah dan keutamaan, diantaranya menambah silaturahmi dan berpahala 27 kali lipat.
f.       Selain shalat, anak juga harus diajarkan, dilatih dan dibiasakan melaksanakan ibaah-ibadah lain dalam islam; misalnya shaum (puasa), jakat (termasuk infak dan shadaqah), zikir,do’a, tata cara ibadah haji, dan sebagainya. 
4.      Mengajarkan Halal dan Haram
Halal adalah segala sesuatu yang boleh dimakan dan diminum dipakai dan dilakukan/dikerjakan. Sedangkan haram adalah kebalikannya, yaitu segala sesuatu yang tidak boleh dimakan, diminum, dipakai, dan dilakukan/dikerjakan. Masalah halal dan haram ini harus diajarkan kepada anak agar anak dapat mengenali mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, sehingga ia bisa menggunakan/mengerjakan yang halal serta menjauhi benda dan perbuatan yang haram.
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh benda(makanan dan minuman) serta perbuatan yang haram, yaitu :
a.       Binatang dan makanan yang haram, antara lain dijelaskan dalam al-qur’an surat al-maidah ayat 3, yaitu babi, bangkai, binatang yang mati tenggelam, binatang yang tercekik, binatang yang mati karena dibanting, binatang yang disembelih dengan tidak memotong lehernya.
b.      Minuman yang haram adalah semua minuman keras (memabukkan) seperti bir, wisky, brandy, dan sejenisnya; juga termasuk didalamnya juga narkoba (narkotika dan obat terlarang) atau Nafza (narkotika dan zat adiktif) seperti ekstasi, leksotan dan sebagainya.
c.       Barang yang haram adalah barang yang didapat dengan cara mencuri, menipu, korupsi, manipulasi, riba, judi dan merampas.
d.      Perbuatan yang haram dilakukan, misalnya berdusta, durhaka kepada orang tua, memfitnah dan lain sebagainya.
5.      Menanamkan Rasa Cinta Kepada Sesama Anak
Setiap orang tua dan anak-anak mendambakan suasana rumah yang tenang, tentram, menyenangkan serta penuh cinta kasih. Suasana tersebut hanya bisa terwujud apabila tumbuh rasa saling cinta dan menghormati antar sesama anggota keluarga. Upaya terwujudnya suasana seperti itu perlu ditanamkan kepada anak sifat dan perilaku yang baik, misalnya :
a.       Menghormati kepada orang tua dan saudara yang lebih tua.
b.      Menyayangi kepada saudara/adik yang lebih muda.
c.       Saling menolong dan menyelesaikan tugas, pekerjaan dan permasalahan.
d.      Dibiasakan berbicara yang santun dan berperilaku sopan kepada orang tua dan sesama anggota keluarga.
e.       Menegur dan saling menasihati dengan cara bijak apabila ada yang berbuat salah diantara sesama keluarga.
f.       Dibiasakan untuk saling mengingatkan serta mengajak dalam berbuat kebaikan sesuai ajaran agama islam.
6.      Mendidik Anak Untuk Peduli Kepada Sesama
Pengertinan sesama disini bisa tetangga, masyarakat maupun orang lain. Kepedulian kepada sesama itu tanpa memandang status sosial, ekonimi, budaya, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Sesuai dengan namanya “islam” yang berarti selamat, taat dan sejahtera, maka agama islam mengajarkan kepada umatnya untuk hidup secara rukun, damai, saling menyelamatkan dan menyejahterakan. Rasulullah pernah bersabda “Orang yang terbaik diantara kamu adalah yang paling berguna untuk orang-orang sekitarnya”.
Adapun beberapa usaha yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya dalam kepedulian terhadap sesama, yaitu:
a.       Bersikap dan bertutur kata yang baik kepada tetangga, masyarakat dan sesama manusia tanpa membedakan status sosial, ekonimi dan lain sebagainya.
b.      Tidak boleh mengganggu atau menghina.
c.       Bila ada kelebihan rezeki berilah makanan atau hadiah kepada tetangga terdekat atau sekitar rumah.
d.      Saling menolong jika ada yang membutuhkan baik yang diminta maupun yang tidak diminta.
e.       Dorong dan dukunglah anak untuk aktif ikut serta dalam kegiatan positif dimasyarakat.
7.      Mendidik Anak Agar Peduli Terhadap Lingkungan Sekitar
Agama islam adalah “rahmatan lil’alamin” artinya agama yang membawa manfaat bagi seluruh alam. Karena itu islam mengajarkan kepada umatnya bukan hanya harus peduli kepada sesama manusia, tapi juga harus peduli terhadap alam sekitar baik itu tumbuhan, hewan, air, udara dan seluruh makhluk allah yang terdapat di alam semesta ini.
Guna menanamkan dan mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, orang tua dapat melakukan beberapa upaya kepada anak, diantaranya:
a.       Mengajak anak untuk berkebun atau menyirami tanaman disekitar rumah.
b.      Kalau memungkinkan peliharalah binatang disekitar rumah seperti kucing, ayam atau kelinci (tentu dengan memperhatikan kebersihan dan kesehatannya) minta dan ajaklah anak untuk ikut memelihara dan menjaganya dengan baik.
c.       Ajarkan anak untuk menyayangi  sesama makhluk hidup, misalnya dengan tidak merusak tanaman dan menyakiti hewan.
d.      Ajarkan anak untuk selalu menjaga kebersihan di lingkungan sekitar anak.
e.       Ajarkan anak untuk selalu peduli dan menjaga kebersihan serta kerapihan dimanapun berada, misalnya tidak membuang sampah sembarangan, mematikan listrik atau air yang tidak terpakai dan lain sebagainya.

C.   Hal-Hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Nilai-Nilai Agama

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi pembentukan nilai-nilai agama anak antara lain sebagai berikut:
1.      Naluri
Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa naluri berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku.
2.      Adat/Kebiasaan
Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi satu kebiasaan.
3.      Keturunan
Keturunan yaitu berpindahnya sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak. Sifat-sifat anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tua. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tua.
4.      Lingkungan
Lingkungan yaitu tempat yang ada disekitar anak. Lingkunga terbagi menjadi dua yaitu :
·         Lingkungan alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa seseorang. Oleh karena itu, lingkungan alam anak dapat mempengaruhi keagamaan dari anak.
·         Lingkungan pergaulan
Manusia sebagai makhluk sosial  dituntut untuk saling berinteraksi antar sesama. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, tingkah laku dan nilai-nilai keagamaan anak. Jika anak bergaulan dilingkungan yang tidak baik maka anakpun akan mempunyai sifat dan perilaku yang kurang baik. Sebalikya jika anak bergaul dilingkungan yang baik maka anak pun akan mempunyai sifat yang baik pula.

D.   Manfaat penanaman nilai-nilai agama sejak dini

Terdapat beberapa manfaat penanaman nilai-nilai agama kepada anak sejak dini, yaitu sebagai berikut:
1.      Taat kepada ajaran agama.
2.      Memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap sesama.
3.      Memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap orang disekitar.
4.      Berbakti kepada orang tua.
5.      Berakhlak baik.
6.      Anak menjadi tidak mudah terbawa oleh pergaulan yang kotor.
7.      Disenangi oleh banyak orang.

Daftar Pustaka

Mukni’ah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Zuhairini, dkk.(2008) FilsafatPendidikan Islam. Jakarta: BumiAksara
Mansur. (2011). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muchtar, Heri Jauhari. (2005). Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muafah, wakhida. (2013). Penanaman Nilai-Nilai Agama. [Tersedia]
Aini, Nida. (2013). Surat Luqman Ayat 12-19 Kurikulum. [Tersedia]
Muslim, Anak. (). Pendidikan Anak Dalam Islam. [Tersedia]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar